Kisah dari mobil yang terbalik

Syaikh Ali Khasysyan (beliau adalah salah satu murid Syaikh al-Albani ~rahimahullah~ yang berasal dari Syiria dan sekarang berdomisili di Arab Saudi) bercerita dalam sebuah artikelnya yang berjudul Nâshir al-Hadîts wa Mujaddid as-Sunnah, ‘Âsya wahîd al-’Ashr wa Ashbaha Faqîd al’Ashr, yang pernah dimuat pada majalah asy-Syaqō`iq, di dalamnya ia bercerita tentang Syaikh
Nashiruddin al-Albani -rahimahullah-. Ia berkata:

“Demi Allah, seingatku tidak pernah kedua mataku melihat seorang yang lebih antusias dalam berpegang teguh dengan as-sunnah, lebih semangat dalam menyebarkannya dan lebih mengikutinya daripada Syaikh al-Albani rahimahullah. Pernah suatu ketika mobil yang beliau kendarai terguling di suatu daerah antara kota Jedah dan Madinah. Orang-orang pun panik lalu berteriak:

“Ya Sattâr (Yang Maha menutupi), ya Sattâr,” (oleh sebab panasnya suhu udara disana).

Seketika itu pula Syaikh mengomentari ucapan mereka -padahal beliau masih berada di bawah mobil yang terbalik- seraya berkata:

Ucapkanlah, Ya Sittîr[1], jangan kalian mengucapan, “Ya Sattâr,” sebab as-Sattâr bukan termasuk nama Allah, dan dalam sebuah hadits disebutkan:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّـﻪَ ﺣَﻴِﻲٌّ ﺳِﺘِّﻴْﺮٌ ﻳُﺤِﺐُّ ﺍﻟﺴِّﺘْﺮَ .
Sesungguhnya Allah Maha Malu lagi Maha menutupi dan suka menutupi (hamba-hamba-Nya). (Hadits shahih. Lihat Irwâ` al-Ghalîl, karya beliau, no. 2335)

Pernahkah kalian melihat seorang yang masih sempat-sempatnya menyebarkan sunnah dan hadits pada situasi seperti ini pada zaman sekarang? Demi Allah, tidak ada kecuali kisah tentang Umar bin al-Khaththab -radhiallohuanhu- dan Ahmad bin Hambal -rahimahullah- atau selain keduanya dari ulama salaf dahulu.”

Penerjemah Abu Musa al-Atsar
Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Ed 49, hal. 59

Footnote:
[1] Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin al-Badr hafizhahullâh berkata: “As-Sittîr artinya Yang selalu Maha menutupi hamba-hambaNya, tidak mencemarkan keburukan mereka di khalayak ramai, Yang Maha mencintai mereka untuk selalu menutupi diri mereka masing-masing dari apa-apa yang dapat mencemarkan nama baik mereka, menghinakan mereka dan menjatuhkan harkat dan martabat mereka. Ini merupakan keutamaan dan rahmat dari Allah….” (Fiqh al-Asmâ` al-Husnâ, karya beliau, hlm. 307, Cetakan Maktabah al-Malik Fahd), pen.

Artikel: www.majalahislami.com

Comments

Popular posts from this blog

Tips Membuat CV Ta’aruf, Bonus Format Instan

Tahapan Menuju Pernikahan yang Syar’i untuk para Jomblo

Sejak saat itu saya ga beli perhiasan lagi

Umur kita begitu singkat

Perbedaan Penulisan pada Mushaf Kemenag dengan Mushaf Rasm Utsmani cetakan Madinah

E-BOOK GRATIS - Taman Hikmah Ramadan

Mad Badal - Meringankan Syiddah