Taman Hikmah Ramadan - Majelis 1



Dua Kubu

Bagaimana seseorang dapat bersedih tatkala ia senantiasa diliputi oleh nikmat Allah? Virus yang kecil, sakit yang sebentar, atau kerikil ujian lainnya tidak dapat dibandingkan dengan kesenangan dan kesehatan yang dawam yang selama ini kita rasakan. Karena pada hakikatnya, Allah mempergilirkan nikmat dan musibah itu semata-mata agar kita dapat merasakan pergantian musim kesyukuran dan kesabaran. Sementara keduanya membuahkan balasan pahala yang besar bagi mereka yang menjalani setiap musimnya dengan ikhlas dan ridha.


Dari Abu Yahya Suhaib bin Sinan Radhiyallahu anhu ia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ  إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ


Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin. Sungguh semua urusannya adalah baik, dan yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang Mukmin, yaitu jika ia mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. Dan jika ia mendapat kesusahan, ia bersabar dan itu pun suatu kebaikan baginya. (HR Muslim)

Dan hari-hari ini adalah salah satu di antara hari yang penuh kebaikan tersebut. Lebih-lebih lagi ketika Allah membuka kesempatan istimewa bagi setiap hambanya, yakni berjumpa dengan Ramadan yang diberkahi.

Keutamaan bulan Ramadan sudah terlalu masyhur. Pintu surga dibuka, setan dibelenggu, dan dilipatgandakan segala amalan yang dilakukan di bulan tersebut. Tapi tetap saja, meski fitrah begitu mengenal keutamaan Ramadan, ia dan hawa nafsu itu kerap kali tidak bersepakat. Fitrahnya begitu mengenal Rabbnya dan mengajaknya untuk bersegera memanfaatkan kesempatan emas meraup pahala berlipat-lipat. Namun hawa nafsunya tiada kenal lelah membisikinya untuk menyelisi fitrah tersebut dan condong kepada hal - hal yang dibenci Rabbnya serta menjauhkan dirinya dari jalan menuju surga. Sehingga manusia akan selalu terbagi menjadi dua kubu dan tidak ada yang di tengah-tengah.

كل الناس يغدو، فبائع نفسه فمعتقها او موبقها 
رواه مسلم
Semua orang di setiap paginya berjumpa dengan dua pilihan. Maka barangsiapa yang mengorbankan dirinya dalam kebaikan, dia telah memerdekakan jiwanya. Dan barangsiapa yang mengorbankan dirinya dalam keburukan, dia telah menghancurkan jiwanya. (HR Muslim)

Demikian kira kira makna yang disampaikan hadits di atas..



Dari hadits tersebut kita mengetahui bahwa setiap orang memiliki modal yang sama; usianya, tenaganya, dan nikmat Allah lainnya yang ada padanya.. Dan setiap orang berdagang dengan modal tersebut.. ada yang membelanjakan usianya untuk melakukan kebaikan, ada juga yang sebaliknya..

Saya terkenang dengan kata-kata ustadz ketika membahas hadits ini.. "Orang berbuat maksiat itu juga keluar modal. Justru seringkali maksiat itu berbayar, sedangkan ketaatan itu gratis"...

Maka manusia itu terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama yaitu seseorang yang senantiasa berusaha agar berada di dalam jalan kebenaran dan menyeret raganya untuk berbuat ketaatan. Orang tersebut mendidik dirinya sendiri dan menjaga agar ia senantiasa mendapatkan kebaikan. Sedangkan golongan kedua adalah orang yang menyia-nyiakan potensi yang ada pada dirinya dengan mebiarkan dirinya berkubang dalam lembah kemalasan atau kemaksiatan. Bagaimana mungkin orang seperti ini dapat memperhatikan keadaan orang lain? Sementara dirinya yang lebih penting untuk dia selamatkan saja, dia lalai dan abai. Padahal jiwanya adalah hal yang paling urgen untuk dia jaga. 

Allah berfirman yang artinya,

“dan demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),  maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.  Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. ” (QS Asy Syams : 7-10)

Dalam ayat di atas, Allah bersumpah dengan jiwa. Ini menandakan akan penting dan agungnya hal tersebut. Lalu Allah memperkenalkan kepada dua jalan kemudian bersaksi bahwa orang yang berada dalam golongan yang pertama akan beruntung, sementara golongan kedua akan merugi. 


Kemudian Allah berfirman di surat An Nazi’at,

يَوْمَ يَتَذَكَّرُ ٱلْإِنسَٰنُ مَا سَعَىٰ * وَبُرِّزَتِ ٱلْجَحِيمُ لِمَن يَرَى * فَأَمَّا مَن طَغَىٰ * وَءَاثَرَ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا * فَإِنَّ ٱلْجَحِيمَ هِىَ ٱلْمَأْوَىٰ * وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِۦ وَنَهَى ٱلنَّفْسَعَنِ ٱلْهَوَى * فَإِنَّ ٱلْجَنَّةَ هِىَ ٱلْمَأْوَىٰ 

 “Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya, dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang melihat. Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).“ (QS An Naziat : 35-41)

Dalam tafsir murohu labid, penulis yaitu syaikh Nawawi al Bantani menjelaskan makna ayat-ayat di atas. Kelak akan ada SATU hari dimana manusia akan mengingat semua yang dia kerjakan di dunia semasa hidupnya, semenjak baligh hingga wafat.. yang bahkan mungkin dia lupakan ketika dia masih berada di dunia. Semua akan diingatnya dalam satu hari saja. Ini menandakan betapa ngeri dan menegangkannya hari kiamat kelak.. 

Neraka jahim yang hanya kita dengar ceritanya, dan tidak dapat kita saksikan di dunia, akan ditampakkan di akhirat kelak di hadapan kita. Dan kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri.. sementara dunia yang kita tinggali saat inilah yang akan jadi "cerita".

Barangsiapa yang bermaksiat semasa hidupnya di dunia, dia akan dimasukkan ke dalam neraka. Adapun orang yang takut kepada Rabbnya. Dia yakin bahwa ia akan berjumpa dengan Rabbnya di hari kiamat kelak. Rasa takut itu mendorongnya untuk semakin beramal dan menahan hawa nafsunya untuk berbuat maksiat, maka dia akan dimasukkan ke dalam surga.


Maka mari kita perhatikan dan renungkan ayat-ayat di atas. Manusia terbagi menjadi 2 golongan. Yang satu berada di surga dan yang lainnya di neraka. Dan apa yang menjadi perbedaan antara keduanya? Sebabnya adalah amalan mereka.

Pertanyaan besarnya adalah, kubu yang manakah kita?

Keutamaan Ramadan hanya untuk Orang yang Beriman

Di bulan Ramadhan pintu - pintu surga dibuka, balasan amalan dilipatgandakan, dan dimudahkan bagi manusia jalan jalan untuk beramal kebajikan. Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “sesungguhnya pada bulan Ramadhan dibuka pintu pintu surga, pintu - pintu neraka dikunci, dan setan - setan dibelenggu” (HR. Bukhari & Muslim)

Tapi mengapa masih kita temukan orang bermaksiat di bulan yang begitu terang wibawa dan kemuliaannya? Karena ternyata, keutamaan bulan Ramadan yang disebutkan dalam hadits hanya diperuntukkan bagi orang orang yang beriman dengan segala ketentuan Rabb mereka. Adapun orang-orang munafik dan kafir, mereka tidak mengenal dan tidak peduli betapa bernilainya kesempatan berjumpa dengan bulan Ramadan, apalagi bulan selain Ramadan. Pikiran mereka hanya berporos pada syahwat, makanan, dan perkara duniawi lainnya. Wajar saja apabila pintu neraka tetap terbuka lebar dan setan senantiasa berkuasa membisikkan mereka untuk berbuat kemunkaran.

Itu mengapa orang yang sebelum Ramadannya tidak berhijab, ia tidak serta merta berhijab tatkala seruan Ramadan bergema di telinganya. Orang yang berbuat kesyirikan, tidak lantas meninggalkan kesyirikannya. Tempat-tempat lokalisasi tetap tidak kehilangan pelanggannya. Dan inilah sebab mengapa masih kita temukan orang-orang bermaksiat di bulan Ramadan yang mulia.

Maka, jika kita jujur dengan iman kita, sudah semestinya kita menghargai kemuliaan bulan Ramadan dengan seharusnya. Kita menjaga diri kita dari mengotori hari hari puasa kita dengan rofats (berkata yang tidak senonoh dan tidak baik), ghibah, mencaci maki, dsb. Kita juga berusaha memanfaatkan potensi yang kita miliki dan kesempatan amal yang terbuka lebar dengan bersegera dan bersemangat di dalamnya.

Bayangkan sebuah Sale atau diskon besar-besaran untuk produk yang kita butuhkan. Apakah kita tidak tergerak untuk membeli? Bagaimana dengan promo atau taster gratis yang dibagikan di restoran restoran yang terkenal dengan kelezatan atau harganya yang mahal? Mungkinkah kita dapat menahan untuk tidak ikut mengantri?

Dengan merenungkan permisalan di atas, kita dapat menyadari hakikat kehidupan kita. Bukankah di sepanjang usia kita diberikan diskon 100% dari produk yang dibutuhkan semua makhluk yang ada di dunia? udara, alat pernafasan dan pencernaan yang sehat dan gratis, waktu luang yang banyak, serta fasilitas tambahan yakni berjumpa dengan Ramadan. Peluang mana yang lebih besar dibandingkan bulan Ramadan, bulan penuh kesempatan bertaubat, bulan yang dipenuhi dengan waktu mustajab untuk berdoa, beramal, juga bulan yang terdapat lailatul qadar di dalamnya, dimana beribadah di malam tersebut pahalanya lebih besar dibandingkan ibadah semisal yang dilakukan selama seribu bulan atau sekitar 83 tahun! 


Maka kita berdoa mudah-mudahan Alla mempertemukan kita dengan bulan Ramadan dan diberi taufiq agar dapat bersegera dan bersemangat menghidupkannya dengan amalan-amalan ketaatan. Aamiin

Comments

Popular posts from this blog

Tips Membuat CV Ta’aruf, Bonus Format Instan

Perbedaan Penulisan pada Mushaf Kemenag dengan Mushaf Rasm Utsmani cetakan Madinah

Mad Badal - Meringankan Syiddah

Komik berfaidah #4

الدعاء سلاح المؤمن

Hadits - hadits tentang dunia

Apa itu Tauqifiyah?