Ketika kau menikah karena agamanya



Adakala cucian beranak pinak. Lain waktu seterikaan sudah memiliki cucu. Rumah tidak rapih dan bersih sebagaimana harusnya. Terkadang kondisi seperti itu kita temukan di rumah pasangan suami istri. Bagaimanapun latar belakang sebuah rumah tangga (pengantin baru, pengantin lama, kaya, miskin, anak banyak, anak sedikit, dst), berantakan itu hal yang biasa. Kaya slogan chitato,
"Hidup ga pernah mulus terus".

Seperti yang mereka juga alami. Penat dan jenuh kadang menghinggapi. Kadangkala Ita katakan pada suaminya, "Mas maafin ya, aku belum sempat nyetrika". Biasanya Adin menjawab, "Iya, istirahat aja dulu, besok masih bisa".. (Asik) batin Ita melonjak girang. Bahkan tak jarang Adin menawarkan bantuan atau langsung meluncur meringankan pekerjaan rumah. Maasyaallah baarakallaahufiih..

Saking seringnya ditolong Ita merasa jadi (tidak) enak. Wkwk.

Tapi ia heran. "Maasyaallah baik banget nih suami.. Apa aku layak diperlakukan sebaik ini?"
Suatu hari dicobanya membuka perbincangan.

"Mas maafin aku ya banyak kekurangan. Belum bisa ini itu, masih banyak lalai,...", kata Ita.

"Gapapa ta, aku juga banyak kekurangan. Kita saling melengkapi aja", sahutnya.

"Tapi kekuranganku lebih banyak"

"Ya Alhamdulillah masih bisa menyadari kekurangan, berarti mau belajar memperbaiki diri. Itu lebih baik dari pada orang yang merasa sudah hebat"

"Kadang aku ngerasa kita ga sekufu mas. Aku beruntung, kamu diuji.. Harusnya mas bisa dapet yang lebih baik. Pinter ini itu, dsb."

"Ya mas jg ga nyari yang sempurna karena mas jg ga sempurna. Banyak yg pinter ini itu tapi belum dapat hidayah. Kamu juga punya kelebihan, ini, itu, ini, dan kamu juga udah belajar agama kan"....

"Hmmm... Tapi mas kan tadinya bisa nikahin yang jago ini itu meski blm hijrah. Nanti mas yang ajarin dia agama."

"Kekurangan dalam perkara dunia itu bisa ditambal, tp kekurangan dalam agama gabisa ditambal, karena itu hidayah taufiq (hanya Allah yg kuasa), makanya mas nikah sama kamu.", timpal adin.

Ita terpana mendengar elaborasinya. Kalimat syukur mengalir dalam hati. Adin melanjutkan kata-katanya dan menceritakan sebuah faidah dari syaikh Muhammad asy syinqithi mengenai istikharah. (https://youtu.be/YKTmWZ0RlUA)

Intinya, ketika seseorang beristikharah dalam suatu urusannya, maka apapun hasil yg Allah berikan, baik ataupun buruk menurutnya, itulah yang terbaik untuk dirinya. Misalkan dalam pernikahan, seseorang beristikharah kemudian dia menikah. Meskipun pernikahan tersebut berakhir dengan perceraian, maka itu yang terbaik untuknya. Mengapa? Karena ia pasti mendapatkan pelajaran sehingga ia menjadi lebih baik di pernikahannya yang kedua."

Lantas Adin bertutur, "sebelum menikah mas sudah istikharah. Dan Allah menakdirkan kita menikah. Itu artinya, kamu yang terbaik buat mas. Kalau ada kekurangan, kita saling melengkapi."

Maasyaallah. Ternyata kelebihan dan kekurangan dalam perkara dunia bukanlah roda yang menentukan jalannya suatu angkutan pernikahan. Pun kemana arah ia berjalan, ntah itu Surga maupun Neraka, bahagia atau derita, tidak bergantung pada semahir apa sang supir mengendara, atau pada keahlian si kenek yang membantu melayani seluruh penumpangnya. Akan tetapi semua kembali kepada agama yang memengaruhi cara pikir dan sikap sosok-sosok yang berada dalam angkutan tersebut.

Jika kamu menikahi pasanganmu karena agama yang ada pada dirinya, maka kamu akan dapatkan bagian terbaik dari dirinya. Yakni, agamanya.

Maasyaallah. Baarakallaahufiihim. wajazaahullahu khoiron.

SY
Diselesaikan pada hari Jumat, ba'da ashar, 29/11/19
di Kereta Joglosemarkerto

Popular posts from this blog

Perbedaan Penulisan pada Mushaf Kemenag dengan Mushaf Rasm Utsmani cetakan Madinah

Tips Membuat CV Ta’aruf, Bonus Format Instan

Mad Badal - Meringankan Syiddah

Komik berfaidah #4

الدعاء سلاح المؤمن

Hadits - hadits tentang dunia

Apa itu Tauqifiyah?