Small But Essential



Ketika duduk di bangku SD aku kerap merasa kesal, kenapa aku tak bisa melihat udara. Namun seiring beranjak dewasa aku mensyukurinya. Terlepas apapun warna setiap partikelnya, atau bagaimana bentuk rajutan molekulnya, aku senang aku tak bisa melihatnya. Ukurannya yang terlalu kecil membuatnya mudah dihirup dan masuk ke alveolusku, berikatan dengan darah sehingga membuat warna merahnya menjadi lebih cerah, kemudian dilepaskan ke penjuru organ yang membutuhkan tanpa aku harus menciptakan algoritmanya yang rumit. Alhamdulillah.


Bisa bayangkan jika partikel udara menjadi lebih besar sedikit saja sampai kita bisa menimbang atau mengukurnya? Prediksiku manusia akan berevolusi menjadi lebih besar pula, dan kehilangan bulu hidungnya..hehe... tapi yang pasti pengalaman bernafas itu pun akan jauh berbeda. Maksudku, kapan terakhir kali kita mensyukuri hal hal kecil?


Smartphone yang kita genggam, layar 4K 8K yang dipuji penemuannya, teknologi nano yang banyak mengisi topik perbincangan di seminar2 akademis maupun yang menjadi produk2 unggulan model pengobatan dan kosmetika terkini, semua bermula dari benda benda kecil. Mengingatkan kita dengan khotbah fenomenal richard feynman pada tahun 1956 "there's a plenty of room at the bottom", ketika ia mendemonstrasikan ke'besar'an dan keagungan dari benda2 kecil dengan ensiklopedia brittanica atau bahkan seluruh transkrip pada sebuah gedung perpustakaan yang megah yang dapat disimpan pada sekeping micro SD card saja. Menghemat energi, material dan biaya pembangunan jutaan dollar, dan tentunya, mengatasi krisis "ruang" yang akan dialami manusia di masa depan.


Maka bukan keliru jika kita kerap mendengar pepatah semisal "air bah itu mulanya hanyalah sebuah rintik hujan, sebagaimana kobaran api hanya berawal dari sebuah percikan". Tapi kenapa banyak dari kita yang enggan menyadari kekuatan dari perkara kecil? Tunggu, dari mana aku tahu fakta tersebut? Sederhana saja, ketika aku menyadari bahwa salamku jarang dijawab secara utuh, atau ketika "jazaakumullaahu khoiroo" hanya dibalas dengan sama2, saat itu aku tahu bahwa doa yang tulus itu mulai kehilangan makna di hati manusia yang faqir terhadap Rabb mereka.


Memanglah ucapan salam tidak sespektakuler berjihad atau memerdekakan budak, tapi semestinya kita tidak melupakan bahwa doa adalah esensi dari penghambaan kita kepada Raja alam semesta.


Itu hanya secuil data yang bisa kutemukan. Tapi boleh jadi di sepanjang usia ternyata kita telah meninggalkan terlalu banyak kesempatan beramal karena hal itu tampak remeh disisi kita. Mungkin kita urung bersedekah karena takut ketahuan kalau hanya mampu mengeluarkan uang receh dari dompet usang kita. Atau merasa gengsi untuk mengambil makanan yang jatuh dan membersihkannya, padahal kita tau itulah sunnahnya. Atau khawatir dibilang rakus jika kedapatan menghabiskan makanan di piring sebersih bersihnya, padahal bisa jadi barakah itu ada pada butir nasi yang terakhir yang kita buang.


"Ngapain ngajar TPA, apa untungnya ngajarin bocah2 gitu doang, mana ga keren cuma ngajarin a ba ta tsa".

"Biarinlah ga usah salam, kan cuma sunnah".

"Jaaah haha dia cuma bisa sedekah 2rb.. mending dikumpul2in sampe banyak baru infaq, gengsi kali".

"Nantilah belajar agamanya, belajar ilmu agama tu culun banget dan gabisa bikin aku keliatan kaya intelektual".

"Halah, peduli amatlah dia mau sesat kek, mau syirik kek..yang penting aku bertauhid, biarinlah tar juga ada orang lain yang nasehatin dia".

Kita banyak membiarkan orang lain mendahului kita dalam kesempatan2 beramal yang tampak kecil tadi, sementara kita pun tidak pernah menjadi "siapa - siapa".


Tapi semoga paradigma tadi dapat berubah, sehingga kita menyadari bahwa perkara kecil itu benar2 bisa berdampak masif seperti yang terjadi pada kisah2 nyata berikut. Ini bukan lagi soal eritrosit, oksigen, atau pergerakan elektron pada peristiwa elektrolisis yang bermanfaat bagi manusia. Ini soal perkara sepele yang mengubah hidup dua orang imam besar yang kita kenal dengan keilmuan mereka.


Kamu pasti pernah mendengar nama imam adz dzahabi yang masyhur dengan karya2nya yang luar biasa. Seorang imam dalam ilmu hadits, Imam dalam al jarh wat ta'dil, mengenal seluk beluk para rawi2 (yang meriwayatkan) hadits yang salah satu karyanya "siyar a'lam an nubala'" kerap dijadikan rujukan ulama2 setelahnya. Suatu hari beliau bercerita tentang awal mula ketertarikannya terhadap ilmu hadits. Imam al barzali suatu ketika melihat tulisan tangan adz dzahabi dan berkata "sungguh, tulisan tanganmu ini mirip tulisan tangan seorang muhaddits!". Dan beliau adz dzahabi berkata : "maka sejak saat itu Allah menumbuhkan kecintaanku terhadap ilmu hadits". [Ma'alim fi thariqil ishlah hal. 37]


Tak kalah menarik dengan kisah imam adz dzahabi, yakni kisah imam abu hanifah. Salah satu dari imam imam 4 madzhab besar dalam fiqh yang terkenal dengan kepiawaiannya berdebat dan membantah berbagai syubhat. Dulunya beliau sering menemani sang ayah berdagang kain di pasar hingga suatu hari beliau bertemu dengan asy sya'bi. Mereka berbincang bincang sampai pada suatu momen asy sya'bi berkata kepada An Nu'man bin basyir muda (nama asli imam abu hanifah) : "kau harus belajar dan berteman dengan ulama karena aku melihat adanya kecerdasan dan keaktivan dalam dirimu". Maka pada suatu ketika Abu hanifah berkata, "kata2 asy sya'bi ini sangat berkesan dihatiku. Sejak saat itu aku meninggalkan pasar dan mulai menuntut ilmu. Allah membuat kata2 asy sya'bi itu berguna bagiku". [Jejak Ulama Menembus Rintangan, Hal. 22]


So, Small things aren't small at all... And as we've been taught, there's no insignificant deed in Islam

Allah’s Messenger (ﷺ) said, “Do good deeds properly, sincerely and moderately and know that your deeds will not make you enter Paradise, and that the most beloved deed to Allah is the most regular and constant even if it were little.” (Al-Bukhari)

{فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ} [الزلزلة : 7]

"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya." (QS. Al Zalzalah : 7)

SY, 26 Desember 2018


Popular posts from this blog

Tips Membuat CV Ta’aruf, Bonus Format Instan

Perbedaan Penulisan pada Mushaf Kemenag dengan Mushaf Rasm Utsmani cetakan Madinah

Mad Badal - Meringankan Syiddah

Komik berfaidah #4

Jangan Nunggu Sempurna

Apa itu Tauqifiyah?

5 Video Podcast Paling Menginspirasi