Dulu dan kini

Wa penuh grup2, rame bahas apa aja. Dari bahasan bermutu sampe om telolet om.
Fb pada ngurusin issu apa aja, sesekali selipin ilmu.
Line juga penuh akun line@.. Share apa aja. Dari yang akun extra time, kicauan barca madrid, tak lupa bashira, sampai POH Rohis Al Uswah. Dari yang share berita bola, tak lupa jadwal sholat harian, sampai hadits hadits singkat.

Sosmed bikin Share ilmu jadi gampang bgt.. Tapi share pseudo-ilmu juga ga kalah gampang bahkan kadang org2 lebih disibukkan dengan yg pseudo dr pada yg hakiki. Sehingga ilmu2 yang sempat mendatangi pemilik gadget dan sosmed tidak meningkatkan kualitas keilmuan itu sendiri, cuma baca sekali lewat 'oo gitu' udah tus ganti window.. Nasehat bertebaran tinggal scroll dan klik.. Jadi Dampak dan tingkatannya relatif bagi tiap org.

Di florence jaman dulu, sebelum diciptakan mesin cetak di jerman, buku itu mahal dan langka. Karena ditulis sendiri dengan tangan penulisnya, dituangkan sendiri dr ide fresh si empunya ilmu.. Kalo mau memiliki ya salin sendiri (kalo dibolehin) atau ngemis2 agar si penulis mau melelang mahakaryanya.. Kertasnya aja mahal. Kutu buku adalah hewan yang tinggi kedudukannya, yang terdengar keren seperti 'kecoa pembajak pesawat concorde'. Apalagi pemilik perpustakaan di florence yang termasuk yang terbesar di jaman dulu (cosimo de medici), org terpandang, bahkan disebut cendekiawan.. Kalo sekarang mungkin setara dengan kolektor mobil kece langka kali ya.. Hobi mahal..

Ilmu dikelola mereka yang mampu.. Terus berkembang, dihargai dengan tingginya, berkelas. Tapi badluck untuk yg ga punya duit meski bakat genius.. Ga sempat mencicipi manisnya pengetahuan.

Setelah mesin cetak gutenberg dipake luas. Buku bukan lagi barang mewah. Orang biasa bisa beli buku.. Pengetahuan bisa diakses banyak orang. Kaya miskin bukan lagi patokan. Tapi naasnya ga cuma buku luar biasa yang dicetak.. Tapi mulailah buku2 ga jelas ikut dalam -seakan2- memberi org2 tambahan pilihan bacaan. Dan org biasa yang harusnya bisa upgrade jd cendekia kaya keluarga cosimo de medici.. Malah Makin mundur dengan pengetahuan merusak atau ga pentingnya (gaperlu sebut kan ya buku2 macam apa itu.. Sama2 taulah kalo yg begituan memang ada)

Hape. Org sholih skrg bisa punya hape. Ustadz2 kibar juga pada punya hp. Tapi jangan lupa kalo Anak sd kelas 2 aja punya hape sekarang.. Bahkan kucing pun punya fanpage jaman ini. Semua orang bisa bebas berekspresi kapan dan dimana mereka mau.. Itu yang kita saksikan di sosmed. Campur baurnya antara haq dan bathil, antara manfaat dan madhorot.

Meski sosmed memegang peran yang banyak dalam komunikasi dan sarana informasi yang cepat (terlepas dari kevalidannya). Apa iya kita mau berguru di sosmed yg demikian? Apa iya kita nisbatkan semua pengetahuan dan ilmu bermanfaat ke majlis maya yang tak terlihat bordernya?

Your life isnt there. Not on the screen. Ayo baca, datengin masjid2 dan majlis ilmu. Kaya ulama jaman dulu, sebelum buku2 hadits ditulis (karena mahalnya kertas, terbatasnya harta, dsb), mereka mendatangi para senior mereka dan menghafal dari para senior untuk ribuan hadits tersebut. Namun setelah buku2 hadits diterbitkan dan disalin, buku2 akidah, sirah, tafsir, dsb... Para ulama tetap menghafal ilmu, tetap bersafar untuk mencari sanad 'aliy, tetap berguru dan tak hanya mengandalkan 'membaca buku', bahkan mereka juga mencatat..

apalah kita dibanding para ulama sehingga meninggalkan membaca buku dan merasa cukup hanya dengan berselancar di internet, siapalah kita sehingga meninggalkan majlis ilmu dan lebih sibuk dengan sosmed.

#merenung #nasigoreng #jodohku #indomie #enak #telolet

Comments

Popular posts from this blog

Tips Membuat CV Ta’aruf, Bonus Format Instan

Perbedaan Penulisan pada Mushaf Kemenag dengan Mushaf Rasm Utsmani cetakan Madinah

Komik berfaidah #4

Mad Badal - Meringankan Syiddah

الدعاء سلاح المؤمن

Hadits - hadits tentang dunia

Apa itu Tauqifiyah?