Taman Hikmah Ramadan - Majelis 7



Buku Fenomenal Sepanjang Masa

Apa perasaanmu ketika membaca karya tulis yang menakjubkan? Bagaimana responmu bila tau bahwa penulis buku atau paper tersebut juga orang yang luar biasa?

Kamu akan membacanya, mempercayai isinya, membahasnya, mengutipnya, memujinya, bahkan meniru jejak penulisnya.. itulah yang dilakukan hampir semua orang yang menyukai suatu bacaan atau seorang penulis.

Tapi ada satu buku yang semua orang bersepakat akan keindahan, kebenaran, keagungan, dan seluruh macam kebaikan setiap sisinya, bahkan orang yang menyelisihinya pun bersedia untuk menerima hal tersebut. Al Qur'an.


Secara umum Ia berisi segala ilmu mengenai Rabb kita, mengenai diri kita sendiri, dan juga tuntunan yang mengantarkan kita kepada kehidupan surgawi apabila kita mengamalkannya.

Ialah Furqon, pembeda antara yang haq dan bathil. Ia berisi ketetapan-ketetapan dari Rabb yang maha mengatur seisi jagad raya. Di dalamnya terdapat nasehat dengan berbagai permisalan, keindahan, dan kebaikan. Serta berisi berita tentang surga, neraka, dan alam yang ghaib dari sisi manusia saat ini. Ia berisi janji dan ancaman, penjelasan dan peringatan, juga perintah dan larangan. Al Qur'an mengisahkan tentang manusia, ciptaan Allah, dari kalangan nabi, orang sholih, maupun orang yang bermaksiat dan dijadikan pelajaran oleh Allah bagi kita. Semua ilmu dan rambu-rambu yang kita butuhkan untuk melalui dunia ini telah disebutkan di dalamnya.

Tidakkah kita sadari, siapa yang menurunkan tiap ayat dari Al Qur'an? Itulah Allah, Rabb dan pengatur semesta alam, dan Al-Qur'an adalah kalam atau ucapan-Nya.

Kepada siapa Al-Qur'an diturunkan? Kepada manusia yang paling amanah, bahkan dikenal dan dijuluki al amin oleh musuhnya sekalipun. Beliau tidak pernah berdusta, dan diakui sebagai manusia terbaik sepanjang masa oleh setiap orang yang kau temui di dunia ini.  Beliaulah Nabi kita, dan pemimpin seluruh nabi-nabi dan rasul yang ada. Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Al-Qur'an diturunkan kepada beliau melalui perantara Jibril, malaikat yang paling mulia di antara jutaan malaikat lainnya.


Aqidah islam mengajarkan untuk tidak menyebut Qur'an dengan sebutan makhluk atau ciptaan. Karena jika kita mengatakan Al Qur'an adalah makhluk, konsekuensinya kita meniadakan sifat kalam/berbicara dari Allah. Dan itu sangat berbahaya serta terhitung dosa besar. Di lain sisi Al-Qur'an bukan makhluk karena kita dapat menisbatkan sifat tercela kepada makhluk (seperti berdosa, lusuh, jelek, dsb). Dan makhluk dapat didustakan.

Akan tetapi Al Qur'an adalah untaian kalam yang dinisbatkan kepada Dzat yang paling mulia, yang paling indah, maha mengetahui dan menguasai segala ilmu bahkan yang ghaib sekalipun, tentang yang telah lalu maupun yang belum terjadi. Maka karya tulis mana yang dapat menandinginya ketika penulisnya saja hanyalah ciptaan Allah yang memiliki banyak kekurangan, yang ilmunya tidak akan bisa mencapai satu tetes saja dari luasnya samudera?

Lantas, bagaimana mungkin seseorang tidak merasa bahagia saat membaca buku suci yang ada di rak atau yang dia install di gadgetnya?  Lebih-lebih lagi ketika dia menyadari bahwa saat itu Allah sedang berbicara kepadanya?

Bagaimana mungkin seseorang tidak merasa bangga tatkala ia dapat menghafal setiap ayat dari Al-Qur'an? Sementara membacanya saja diganjar dengan pahala tidak berbilang, apalagi menghafalnya?

Bagaimana  mungkin seseorang tidak mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat saat mengamalkannya? Padahal sekedar membaca dan menghafalnya saja telah menjadikan setiap detik waktunya sebagai momen terbaik dalam hidupnya?

Tujuan diturunkannya Al-Qur'an

{كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ} [ص : 29]

Allah berfirman yang artinya,

"Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran." (QS Shaad : 29)

Dari ayat tersebut kita dapat mempelajari banyak hal. Yang pertama, Allah menurunkan Al-Qur'an, ini menjadi dalil aqidah dan menandakan bahwa Allah berada di atas. Karena sifat nuzul atau turun pastilah dari atas ke bawah. Allah bukan dimana-mana atau kesalahan pahaman lainnya yang beredar di masyarakat kita.

Kemudian Allah mengabarkan salah satu sifat dari Al-Qur'an yakni Mubarok atau penuh berkah.

Di antara keberkahannya;
- setiap huruf dibalas pahala kebaikan dan dilipatgandakan sebanyak 10x (HR. Tirmidzi)
- kita dipalingkan dari kegiatan yang tidak bermanfaat bahkan merugikan
- Al-Qur'an merupakan kebenaran dan petunjuk sehingga apabila kita mengikutinya kita dipastikan akan diliputi dengan kebaikan dunia dan akhirat
- beberapa ayat di dalam Al-Qur'an dapat menjadi tameng ketika dibaca sebagai dzikir harian, dzikir pagi petang, dan momen tertentu lainnya yang diajarkan oleh Nabi kita.
Dsb.

Ayat tersebut juga mengajarkan kepada kita di antara 2 maksud diturunkannya Al-Qur'an yaitu tadabbur dan tadzakkur.

Tadabbur yakni memahami pesan pesan dari kalam Allah. Dan suatu pemahaman pasti bermula dari sebuah kegiatan memasukkan informasi di antaranya dengan membaca/tilawah atau mendengarkan pembacaan, pengkajian tentang Al-Qur'an. Kemudian dilanjutkan dengan merenungkannya bahkan mengulang-ulang proses-proses yang dapat mendatangkan pemahaman tersebut.

Adapun tadzakkur, maka salah satu pendapat dalam tafsirnya mengatakan bahwa maksudnya adalah mengamalkan kandungan Al-Qur'an.

Siapa yang diinginkan untuk memenuhi 2 tujuan tersebut? Itulah ulul Albab. Dan yang dimaksud para mufassir (ahli tafsir) dengan ulul albab adalah setiap jiwa yang memiliki akal, salah satunya manusia. Dalam tafsir ibn Katsir, Albab merupakan bentuk jama' dari Lubb yang bermakna inti. Dan inti yang membedakan antara manusia dan binatang terletak pada akalnya.

Maka kita ketahui bahwa membaca Al Qur’an itu disukai dan berpahala, namun bukan tilawah yang menjadi puncak atau tujuan akhirnya. Akan tetapi kita lebih dituntut untuk memahami dan mengamalkan kandungan Al Qur’an yang kita baca. Karena ia dapat menjadi hujjah bagi kita atau atas diri kita, dan tidak ada pilihan netral atau di tengah-tengah.

Dalam suatu hadits rasul kita bersabda,
والقرآن حجة لك او حجة عليك
Artinya : “Dan Al Quran itu akan menjadi hujjah bagimu atau terhadapmu” (HR Muslim)

Maksudnya, Al Qur’an bisa jadi pembela bagi orang-orang yang telah membaca dan mengamalkannya di hadapan Allah di hari persidangan kelak, atau sebaliknya. Al Qur’an justru yang menuntut seseorang di hari kiamat akibat kelalaian dan pendustaannya terhadap kebenaran yang terdapat dalam Al Qur’an. Kita berlindung kepada Allah agar tidak dimasukkan ke dalam golongan orang yang kedua.

Al Qur'an takes less than a therapy does


Konon di tahun 2019, genre buku yang paling banyak dicari berkisar pada tema pengembangan diri atau self improvement. Sehingga banyak nama penulis yang sekarang melejit dikarenakan karya mereka yang mengangkat tema tersebut. Ini menyiratkan kepada kita bahwa banyak orang yang resah  dan jauh dari ketenangan. Tak sedikit orang-orang datang ke psikiater dan melakukan terapi ini dan itu demi mendapatkan sebuah pencerahan atau solusi dari permasalahan yang dialami.

Padahal di antara nama Al Quran yang kita kenal adalah Asy Syifaa’ atau yang bermakna obat. Tidak hanya itu, bahkan Allah sendiri menjajikan ketenangan dan kebahagiaan jika kita iltizam atau berpegang teguh dengan kitabNya.

{وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ} [طه : 124]

Allah berfirman yang artinya,

 Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta “ (QS Thaha : 124)

Terdapat dua penafsiran dari kata dzikri pada ayat di atas;
1. Yang dimaksud adalah kegiatan berdzikir mengingat Allah
2. Maknanya adalah peringatan atau wahyu yang berasal dari Allah

Kedua penafsiran tersebut berasal dari masdar yang disandarkan (menjadi mudhof) dan menyebabkan mudhof ilaihnya yaitu ي mutakallim, dapat memiliki dua makna yaitu, fa’il atau maf’ul bih. Dan yang dikuatkan adalah makna yang kedua yakni, huruf ي yang artinya ‘aku’ pada ayat tersebut bermakna fa’il. Sehingga dzikr diartikan dengan ‘peringatan’, bukan ‘mengingat’ atau berdzikir. Ini adalah faidah nahwu yang disampaikan oleh ustadz Aris ketika membahas majelis ke tujuh.

Adapun pada kata ضنكا maka yang dimaksud adalah penghidupan yang sempit secara istilah atau terminologis. Meski seseorang itu diliputi dengan kekayaan atau hidup yang penuh kelezatan, namun di lubuk hatinya dia tetap merasakan sesak dan tidak bahagia. Dan orang yang demikian di hari kiamat akan dibangkitkan dalam keadaan buta. Semua itu terjadi karena sikapnya selama hidup yang berpaling dari wahyu Allah. Dia meninggalkan Al Qur’an yang ada di hadapannya, Al Qur’an yang mudah diakses namun dia justru berpaling dan tersibukkan dengan mencari ketenangan dan solusi dari manusia.

Maka kita kembali berlindung kepada Allah dari segala macam kegundahan, kegalauan, dan kesempitan. Kita juga kembali kepada Al Qur’an yang tidak akan habis dari penyelesaian, yang tidak pernah mendatangkan kejenuhan, dan tidak lepas dari segala macam mukjizat dan keajaiban yang ada padanya.



Comments

Popular posts from this blog

Tips Membuat CV Ta’aruf, Bonus Format Instan

Perbedaan Penulisan pada Mushaf Kemenag dengan Mushaf Rasm Utsmani cetakan Madinah

Komik berfaidah #4

Mad Badal - Meringankan Syiddah

Jangan Nunggu Sempurna

Apa itu Tauqifiyah?

5 Video Podcast Paling Menginspirasi