What The Heaven

     Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan kerusakan yang terjadi pada ginjal sehingga ginjal tidak bisa bekerja menyaring darah sebagaimana ginjal yang sehat. Ketika hal itu terjadi maka zat-zat yang tidak semestinya berada dalam darah seperti urea tidak dapat dibuang dan dapat menjadi penyebab masalah kesehatan lainnya. PGK yang juga dikenal dengan istilah ‘gagal ginjal’ masih menjadi masalah kesehatan global yang angka kejadiannya sangat besar. Diperkirakan lebih dari 10% orang dewasa -lebih dari 20 juta orang- di Amerika Serikat menderita PGK dengan tingkat keseriusan atau stadium yang berbeda – beda (National Chronic Kidney Disease Fact Sheet, 2014). Di Indonesia sendiri jumlah penderita PGK semakin meningkat. Menurut data yang dilansir dari PT. Askes Indonesia, jumlah pasien penderita PGK pada tahun 2011 adalah sebanyak 23.261 dan bertambah menjadi 24.141 di tahun 2012 (Pernefri, 2014).

       Untuk bertahan hidup, seorang penderita gagal ginjal harus melakukan terapi dialisis atau melakukan transplantasi dengan ginjal yang sehat (National Chronic Kidney Disease Fact Sheet, 2014). Terapi dialisis dipilih sebagai alternatif yang lebih terjangkau oleh para penderita PGK karena sulit dan mahalnya biaya untuk mendapatkan donor transplantasi ginjal. Terapi dialisis atau yang sering disebut dengan hemodialisis sendiri merupakan proses pemisahan zat-zat sisa metabolisme dari darah menggunakan alat bantu yang dioperasikan di luar tubuh sebagai pengganti fungsi ginjal dalam menyaring darah. Terapi ini sangat berkembang dan banyak digunakan, namun hanya dapat dilakukan di rumah sakit dan pasien harus menjalani terapi ini selama tiga - empat jam sebanyak dua - tiga kali di setiap minggunya (Pendse, S., Singh, A. & Zawada, E., 2008).

        National Chronic Kidney Disease Fact Sheet. National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion. 2014 (diunduh 23 Mei 2016). Tersedia dari: http://www.cdc.gov/ckd.
        Pernefri, 2014. 5th Annual Report of Indonesian Renal Registry. Indonesian Society of Nephrology, Indonesia
        Pendse, S., Singh, A. & Zawada, E., 2008. Initiation of Dialysis. In: Handbook of Dialysis. 4th Edition. New York: NY, pp. 14-21.
     

          Di atas ini merupakan cuplikan dari latar belakang skripsi saya selama kuliah S1 kemarin. Saya sempat mencari - cari informasi lain dan menemukan bahwa tarif atau biaya satu kali cuci darah yang harus dikeluarkan oleh seorang penderita gagal ginjal di Indonesia berkisar antara enam ratus ribu sampai satu juta rupiah tergantung jenis dialisis dan rumah sakit yang dipilih. Biaya tersebut belum termasuk biaya obat, administrasi, jasa dokter, lab, dsb. Di website resmi rumah sakit JIH misalnya, tertulis harga tindakan : 1. Hemodialisa (Re Use) : Rp. 590.000,-, 2. Hemodialisa (Single Use) : Rp. 790.000,-, 3. Hemocito : Rp. 990.000. (http://www.rs-jih.co.id/layanan/hemodialisa).

        Di Jepang, jumlah pasien hemodialisis dengan dialisis jangka panjang telah meningkat secara pesat setiap tahun, hingga mencapai hampir 290.675; pada akhir tahun 2009, 3,7% dari pasien tersebut telah menjalani dialisis selama lebih dari 25 tahun; dan diketahui pada tahun yang sama, durasi dialisis terpanjang yang tercatat adalah 41,8 tahun (Saito A, Kawanishi H, Yamashita AC, Mineshima M. 2011).

     Dari data data di atas, apa yang bisa kita ketahui? Asumsi seorang pasien PGK harus mengeluarkan biaya total 1 juta untuk satu kali dialisis, maka setidak - tidaknya ia harus mengeluarkan uang 8 juta per bulannya, atau sebanyak 96 juta per tahun hanya untuk cuci darah!. 

        Maka bayangkan dari sejak kita dilahirkan hingga detik ini (misal 22 tahun), ada 2,1 Miliyar uang yang 'tidak jadi' kita keluarkan karena nikmat ginjal yang sehat yang Allah limpahkan bagi kita. Lantas bagaimana dengan jantung kita? Paru paru? Hati, otak, usus, lambung, darah, dan ribuan komponen tubuh yang sehat lainnya? Jika semua mau kita 'uangkan', dapatkah kita membayarnya kepada sang Pencipta kita yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang?

         Dengan ginjal yang sehat ini kita bisa memanfaatkan hari hari dengan leluasa, berlarian kesana kemari, makan apa saja tanpa alergi, bebas dari tusukan jarum, bau rumah sakit, atau bunyi mesin dialisis yang menjemukan, sedang pasien dialisis harus menghabiskan 12 jam per minggu untuk mengantri, mengurus administrasi, hingga berbaring untuk cuci darah, belum alokasi waktu untuk minum obat, medical check up rutin, macet di jalan, dan sebagainya. Lantas kenapa kita mengeluh?


Ghassan bin al-Mufadhdhal al-Ghallabi menceritakan : Sebagian sahabat kami telah menceritakan kepada kami bahwa ada seoang  lelaki yang mendatangi Yunus bin 'Ubaid untuk mengadukan akan sempitnya keadaan dan kehidupannya, dan ia merasa sedih dengan hal tersebut. Maka yunus menanggapinya dengan bertanya: "Apakah engkau suka jika penglihatanmu dibeli dengan harga 100.000 dirham?". Lelaki tersebut menjawab, "tidak". Yunus kembali bertanya, "Bagaimana kalau dengan pendengaranmu?". Ia menjawab, "Tidak mau". Yunus bertanya lagi, "Kalau dengan lidahmu?". Ia menjawab, "Tidak". Yunus masih bertanya, "yasudah, kalau dengan otakmu?". Ia menjawab lagi, "Juga tidak meski pun secuil". Dan Yunus mengingatkan lelaki tersebut akan nikmat - nikmat Allah yang ada pada dirinya, kemudian Yunus mengakhiri pidato beliau, "Aku melihat engkau memiliki ratusan ribu dirham pada dirimu dan engkau masih juga mengeluh?".  (Aina Nahnu min Akhlaqis Salaf Hal. 85)



Comments

Popular posts from this blog

Tips Membuat CV Ta’aruf, Bonus Format Instan

Perbedaan Penulisan pada Mushaf Kemenag dengan Mushaf Rasm Utsmani cetakan Madinah

Komik berfaidah #4

Mad Badal - Meringankan Syiddah

Jangan Nunggu Sempurna

Apa itu Tauqifiyah?

5 Video Podcast Paling Menginspirasi