Umur kita begitu singkat






Aku menulis sembari membendung tangis. Berkelebat kenangan bermunculan di kepalaku. Menyadari bahwa aku kehilangan banyak sosok orang-orang baik akhir-akhir ini. Salah satunya, ayah dari sahabatku.

Kepada orang-orang yang kutemui, beberapa kali aku membanggakan ayah dari temanku itu. Kugambarkan sosoknya yang lembut dan hangat -yang ketika beliau melontarkan kata-kata, aku pasti seketika memperhatikan dan menghargainya. Kupamerkan betapa beliau adalah seorang Ayah, pendengar, sekaligus pencerita yang baik.


Kuingat selalu perbincanganku dan temanku di kamar kosnya waktu itu. Tampak nyata di benakku mata temanku yang berbinar tiap kali ia merindukan dan menceritakan tentang sosok ayahnya. Kuhafal dan kuimpikan citra ayahnya agar aku kelak dapat meneladani kebaikan beliau. Padahal aku bahkan belum pernah berjumpa dengan beliau sekalipun.


Tak heran, dari buaian ayahnya, tumbuh seorang gadis yang begitu kukagumi, ialah sahabatku. Aku bahkan tak pernah ragu mengungkapkan betapa aku mengidolakan ia dan keluarganya. Ayahnya yang penyayang lagi bijaksana, ibunya yang tegas, baik hati dan lezat nasi gorengnya, adiknya yang kreatif dan bisa diandalkan, dan aku mengagumi temanku bagaimana ia mensyukuri keluarganya itu... Mungkin karena kumerasa lingkungan kami begitu berbeda. Atau aku memang terlalu antusias karena menemukan model kebaikan yang lain dari yang kudapatkan di keluargaku.


Memang benar, inspirasi tak harus datang dari sosok yang dekat, dan motivasi bisa didapatkan dari hal yang sederhana. Cukup dari kisah temanku, aku bisa belajar banyak hal.


Tapi kini, aku tidak akan mendapatkan cerita baru lagi karena ayah temanku telah pergi. Tapi masih ada peninggalan beliau yang begitu berarti. Yang akan menjadi perpanjangan lisan untuk membagikan petuah dan nasehat beliau yang berguna. Yang takkan pernah henti mendoakan dan merindukan sosok ayahnya. Yang senantiasa menerapkan nilai dan pengajaran yang telah diwariskan padanya. Ialah sahabatku. Hari ini aku berduka untukmu. Mudah-mudahan Allah memperkenankan pahala bagi beliau yang tanpa sengaja telah mengingatkanku tentang sesuatu yang tak boleh luput dalam hidupku. Mempersiapkan kematianku.


https://faraawilah.wordpress.com/2019/05/21/ngobrolin-umur/


“Bapak sekarang sudah berusia 51 tahun. Kalau melihat rata-rata angka harapan hidup orang Indonesia, ya berkisar 65 tahun. Untuk orang yang sedang sakit seperti Bapak angka itu tentunya berkurang. Jika Allah memberi rezeki usia panjang pun paling tidak usianya berkisar di angka 70 tahunan. 20 tahun itu cepat sekali, Nak. Buktinya Bapak merasa belum lama kamu dilahirkan, sekarang sudah sebesar ini. Bapak masih ingat waktu-waktu yang Bapak lewati di masa sekolah, nama teman-teman Bapak, tempat yang kami kunjungi, rasanya belum lama. Tapi ternyata itu sudah terjadi puluhan tahun yang lalu. Artinya kematian sudah tidak lama lagi.”


“Makanya, sekarang banyak sekali keinginan yang jika mampu maka Bapak segerakan, umur semakin pendek, Bapak harus lebih bersemangat melakukan kebaikan.”


“Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan. maka rasakanlah (adzab kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zhalim seorang penolong pun.” (QS. Faathir:37)


Comments

Popular posts from this blog

Ilmu dunia yang tidak diamalkan, gimana statusnya?

Perbedaan Penulisan pada Mushaf Kemenag dengan Mushaf Rasm Utsmani cetakan Madinah

Sajak Rindu

Apa itu Tauqifiyah?

Komik berfaidah #4

Aku Cantik Ga??

Mad Badal - Meringankan Syiddah