Pelajaran yang Berserakan



Kubilang aku ingin s2. Mau KAUST, chalmers, kth, keio, malaya, itb, ugm terserah dimana asal diterima. Berkas-berkas sudah diterjemahkan ke bahasa inggris, difotokopi dan dilegalisir. Super dukungan orang tua, dari segi finansial maupun moral, telah kukantongi. Pada akhirnya, berkas berkas itu tak pernah tiba di salah satu pun dari deretan nama Universitas yang kusebut tadi.

***

Di salah satu episode Upin & Ipin yang berjudul "bila besar nanti", aku tergelitik dengan cara anak - anak tadika mesra menceritakan cita-cita mereka. Ehsan yang suka makan ingin menjadi koki, jarjit ingin menjadi wartawan, mei mei yang hobi 'mengajari' ingin menjadi guru, dan yang paling menarik, fizi ingin menjadi tukang sampah. Ketika fizi ditanya alasannya, dengan lugas dia menjawab "bila tak ada sampah, semua tempat bersih! Tak ada penyakit, barulah sehat!".

Betapa naifnya mereka. Tapi disanalah letak keindahannya. Aku bercermin dengan keadaanku ketika remaja dan ketika beranjak dewasa. Aku sempat mendefinisikan cita-cita dengan seragam. Semakin keren seragamnya, semakin tinggi kedudukan profesi tersebut di benakku. Pemadam kebakaran, astronot, pilot, researcher, dokter, dsb. Ada orang orang di sekitarku yang melihat dari nilai gaji. Semakin melambung di atas UMR, suatu pekerjaan akan semakin dimuliakan. Atau dari tingkat kesulitan bidang tersebut. Semakin banyak saingan, semakin menantang sekolahnya, dan semakin eksklusif komunitasnya, maka semakin terpandanglah mereka yang menggelutinya.

Padahal sejak awal aku sangat paham bahwa yang namanya belajar itu pahit, melelahkan dan melazimkan banyak bentuk pengorbanan, terlepas apa pun objek studinya. Tapi sejenak kurenungkan apa yang aku dapat jika motivasi belajarku sejak awal sebatas gaji, seragam, atau status sosial! Ketika ternyata aku tidak mendapatkan yang kuidamkan tadi? Gajiku yang kecil dan orang lain tetap lebih kaya daripada aku, seragamku yang ternyata tak jauh berbeda dengan ribuan kain berjahit lainnya, pun faktanya aku masih disuruh2 dan menjadi bawahan banyak orang. Tidakkah aku merasa menyesal dan kecewa karena telah berpeluh dan bekerja keras untuk hasil yang di bawah ekspektasi?

Tapi lihat bagaimana sudut pandang seorang fizi yang lugu. Mudah sekali bagi fizi mencapai cita-citanya. Dan begitu mudah baginya untuk merasa puas dan bahagia.

Pun Allah yang menciptakan kita tak pernah mewajibkan hambaNya untuk menjadi orang kaya, terpandang, dsb. Rasulullah pun dalam hadits-haditsnya tidak pernah memuji umatnya karena harta, seragam dan status sosial.

Akan tetapi kaidah yang masyhur di agama ini adalah
خير الناس انفعهم للناس
Sebaik2 manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia seluruhnya.

Aku terhenyak... Sebenarnya Aku ini ingin menjadi manusia terbaik dalam definisi siapa?

***

2017. Di tahun terakhir setelah sidang skripsi untuk riset yang merampas puluhan jam tidurku dan ratusan ribu kalori sarapan dan makan malam yang kulewatkan, diam-diam aku menulis research paper dari hasil penelitian beberapa senior, dibantu oleh 2 orang dosen pembimbing yang luar biasa (yang satu kebetulan Kadept pascasarjana teknik mesin ugm), dan beberapa teman seperjuanganku. Pak dosbing memotivasi "kalau mba punya paper, insyaallah akan lebih dihargai kalau daftar s2".

Bersambung....

Popular posts from this blog

Perbedaan Penulisan pada Mushaf Kemenag dengan Mushaf Rasm Utsmani cetakan Madinah

Mad Badal - Meringankan Syiddah

Hanya sebentar saja

Sajak Rindu

Tips Membuat CV Ta’aruf, Bonus Format Instan

Yonika

Tahapan Menuju Pernikahan yang Syar’i untuk para Jomblo