Jangan Gundah
Saudariku,
siapakah di antara kita yang hatinya tak pernah dihampiri duka dan pilu? Sementara
kita tahu bahwa di dunia ini ada dua keniscayaan yang mewarnai kehidupan
seorang hamba, yakni mendapat nikmat dan tertimpa musibah. Keduanya adalah ujian yang silih berganti memenuhi riwayat setiap
insan. Namun coba ingat-ingat kembali, pasti akan kita temukan bahwa dari keduanya hanya musibah
yang kehadirannya lebih sedikit dari yang lainnya. Dalam sehari saja, ada
berapa kali kah jasad ini mengerang kesakitan dibandingkan sehatnya? Ada berapa
kali kita menangis dari rentetan gelak tawa atau simpulan senyum itu? Bagi
saudariku yang sedang gundah saat ini, ingatlah bahwa apa yang membuatmu
bersedih tidaklah sebanding dengan banyaknya sebab-sebab yang Allah
turunkan padamu selama ini agar dirimu bahagia.
Perhatikan
firman Allah berikut ini:
“Dan sungguh
akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan...” (QS. Al-Baqarah: 155)
Terlalu Banyak Hal untuk Disyukuri
Sadarilah wahai
saudari, dari terbitnya surya hingga terhapusnya mega di ufuk barat, tidaklah
apa-apa yang terjadi pada dan diantaranya melainkan karena nikmat dari Allah
Ta’ala.
“Dan Dia telah menundukkan (pula)
bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan
telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu
(keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu
menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya,” (QS. Ibrahim: 33-34)
Maka adakah
selain Allah yang dapat melakukan semua itu? Dapatkah presiden melakukannya? Atau para
artis? Atau para ilmuwan? Atau robot yang manusia juga penciptanya? Seperti mempertahankan
matahari -yang konon volumenya berlipat-lipat melebihi bumi dengan suhu ±6000oC-
pada peredarannya dengan kecepatan dan percepatan tertentu yang bahkan manusia
tak mampu untuk menatapnya. Dapatkah kita hidup selain dengan nikmat dariNya?
Pada akhirnya kita temukan bahwa ucapan syukur memang lebih pantas kita
tumpahkan dibandingkan dengan keluh kesah atau bahkan umpatan.
Hakikat Musibah
Nikmat Allah
begitu besar. Maka apa gerangan yang menghalangi hati kita sehingga kita
berputus asa dari rahmatNya ketika musibah itu melanda? Sungguh musibah yang
kita alami pedihnya tak akan pernah melebihi banyaknya kasih sayang yang Allah
berikan kepada kita selama ini. Untuk itu mari kita mengenal musibah itu lebih
dekat sehingga kita dapat menumbuhkan kembali keimanan kita, ‘menyadari’ solusi
bagi setiap permasalahan, dan menyingkirkan segala macam kegelisahan ketika ia
hadir di kehidupan kita.
Al Kirmani berkata, “secara istilah, musibah bermakna setiap hal yang tidak
disukai terjadi”(Fathul bari, kitabul mardha). Maka dapat kita ambil kesimpulan
bahwa besar maupun kecil, setiap peristiwa yang tidak disukai oleh umumnya
manusia dinamakan musibah, mulai dari putusnya tali sandal hingga musibah
agama. Dan musibah agama adalah momok yang sebenarnya karena seseorang akan
menganggap ringan musibah yang lain ketika ia telah mengenal musibah terbesar,
yakni yang menimpa agama seseorang.
Dan diantara musibah yang menimpa agama, maka wafatnya Nabi kita shallallaahu’alayhi
wasallam adalah musibah agama yang terbesar. Inilah pertanda putusnya wahyu
dari langit. Dan inilah awal dari munculnya berbagai keburukan, kerusakan, dan
perpecahan di muka bumi. Dimulai dengan murtadnya sebagian orang arab saat itu,
diikuti dengan memudarnya nilai-nilai Islam dan semangat kaum muslimin dalam
menjalankan agama mereka yang bisa kita saksikan hingga saat ini. Adakah
musibah yang lebih besar dari ini?
Jika seseorang kehilangan gadget-nya, maka masih ada kesempatan
baginya untuk mendapatkan ganti bahkan yang lebih canggih dari gadget-nya
yang pertama dengan izin Allah. Namun, bagaimana ketika seseorang kehilangan
sosok terbaik yang pernah dilahirkan, teladan terindah sepanjang masa, yang
menjadi penunjuk pada jalan keselamatan dunia dan akhirat? Sosok panutan dengan
akhlaknya yang mulia dan setiap kebenaran yang terucap dari lisannya,
Rasulullaah shallallaahu’alayhi wasallam. Maka tak mengherankan ketika
seorang tabi’in, Syuraih Al Qadhi berkata yang diriwayatkan oleh Adz Dzahabi
dalam Siyar A’lamin Nubala’, “Sesungguhnya aku diberi musibah dan aku memuji
Allah dengannya karena empat hal;
1.
Allah tidak menimpakan musibah yang lebih
besar dari ini.
2.
Allah memberiku rizki kesabaran menjalaninya
3.
Aku diberi taufik untuk istirja’,
sehingga aku mengharapkan pahala atas musibah tersebut
4.
Dan karena musibah tersebut tidak menimpa
agamaku.
Musibah, Nikmat
yang tak beraroma
Ketahuilah saudariku, bahwa selalu ada hikmah di balik setiap ketetapan
Allah atas hambaNya termasuk musibah atau cobaan yang menimpa kita. Dan diantara
hikmah dari musibah adalah:
1.
Menghancurkan kesombongan dan rasa bangga pada
diri seseorang, entah terhadap amalan atau hartanya. Sehingga menimbulkan sikap
pengakuan akan kelemahan dirinya di hadapan Allah dan membuatnya semakin
mendekatkan diri pada RabbNya yang menggenggam penawar atas kesedihannya. Dan
dengannya Allah semakin mencintai hamba ini.
2.
Menambah kepekaan dan empati terhadap musibah
yang dirasakan orang lain sehingga mendorong seseorang untuk meringankan beban
orang lain.
3.
Menyadarkan seseorang yang kerap lupa bahwa
sesuatu merupakan nikmat (setelah ia kehilangannya, seperti kesehatan, dll.)
dan menambah kesyukuran seseorang terhadap nikmat yang selama ini
dilalaikannya.
4.
Menggugurkan dosa-dosa dengan kesabarannya
dalam menghadapi musibah. Rasulullaah pernah bersabda “Tidak ada yang menimpa
seorang muslim, berupa kepayahan, kesakitan, duka cita, kesedihan, gangguan,
dan kesusahan, hingga duri yang menusuknya kecuali dengan sebab itu Allah
menggugurkan dosa- dosanya” (HR. Bukhari)
Dan inilah yang dimaksudkan dari hadits yang diriwayatkan oleh Suhaib bin
Sinan bahwa rasulullaah bersabda : “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang
beriman, karena semua keadaannya adalah kebaikan, dan ini hanya ada pada
seorang mukmin; jika dia mendapat kesenangan dia bersyukur, maka itu baik bagi
dirinya, dan jika ditimpa kesusahan dia bersabar, maka itu kebaikan bagi
dirinya” (HR. Muslim no. 2999)
Manajemen Hati
Perlu kita ingat bahwa tak ada yang abadi di dunia ini, termasuk musibah.
Dan perlu diketahui bagaimana
menata hati ketika musibah itu melanda. Bayangkan ketika ada dua orang yang
tertimpa musibah yang sama, namun yang satu terlihat lebih bahagia dibanding
yang lainnya. Di manakah letak perbedaannya? Sabarlah yang membedakannya. Sabar
yakni, menahan diri dari ketergesaan dalam berdoa, menahan lisan dari mengeluh,
dan menahan jasad dari memukul mukul pipi, merobek pakaian, atau ungkapan
kesedihan lainnya.
Kesabaran membuat seseorang tampak lebih tenang dalam menghadapi masalah,
pintu pertama yang akan mengantarkannya kepada penyelesaian. Bukan dengan
sebaliknya, mengeluh, mengumpat, bahkan melukai diri sendiri yang jelas sekali
tidak ada manfaatnya bagi dirinya dan juga orang lain. Justru sikap seseorang
yang tidak mampu membendung emosinya
ketika mendapat musibah sehingga terlanjur melakukan hal-hal yang
merugikan bisa mendatangkan penyesalan yang lebih besar di akhir ketika musibah
tersebut mulai mereda.
Maka ber-husnuzhan-lah kepada Allah bahwa selalu ada hikmah di
setiap musibah tersebut dan jangan berhenti bersabar. Karena Allah telah
memerintahkan hambaNya untuk bersabar. Bersabar untuk musibah yang sedikit ini.
Bersabar sebelum sabar tiada berarti, yakni sabar yang dilakukan seseorang di
atas siksa di akhirat kelak, yang sama sekali tak mengurangi siksanya tak pula
berpahala.
Kemudian tak lupa kita ber-istirja’ sebagaimana yang dilakukan
sahabat, Umar radhiyallahu’anhu, ketika mendapati tali sandalnya yang
putus. Dan ber-istirja’ sebagaimana yang dilakukan Ummu Salamah ketika
mengetahui Abu Salamah, suaminya telah wafat, sehingga Allah menggantikan
dukanya dengan pinangan Rasulullah.
Istirja’, yakni ucapan
“Innalillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun, Allahumma ujurnii fii mushiibatii, wa
akhliflii khoiron minhaa” yang artinya “Sungguh kami milik Allah dan kepadaNya
lah kami kembali, Ya Allah berikanlah aku balasan pahala dengan musibahku, dan
gantikan bagiku dengan yang lebih baik”. Ingatlah bahwa yang mengujimu dengan musibah
ini adalah Ia yang tak pernah meninggalkanmu dan senantiasa akan mencukupi
kehidupan jasad dan hatimu selama ini.
ما ودعك ربك وما قلى
(QS. Adh-Dhuha : 3)
“ Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada
(pula) benci kepadamu”
Lantas apa yang membuatmu bersedih? Maka lapangkanlah hatimu untuk menerima
setiap ketetapanNya, sebagaimana perkataan seorang ulama yang sangat bagus, “Kekerdilan
jiwa ibarat segelas air yang dibubuhi garam kehidupan, maka serta merta air itu
menjadi asin. Akan tetapi kebesaran jiwa ibarat telaga air tawar yang melimpah
ruah airnya. Maka seribu genggam garam kehidupan yang dilemparkan padanya tak
berarti apa-apa.”
Kemudian hiburlah hati kita dengan membaca kalamNya, karena sebagaimana
yang kita tahu bahwa Al-Quran adalah penawar yang mujarab untuk segala kegundahan.
Dan berdoalah kepada Rabb Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang agar Ia
melimpahkan kepada kita kesabaran dan juga jalan keluar bagi setiap urusan
kita.
“Dan sungguh
akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka
itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan
mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah : 155-157)
“Tidak ada suatu musibah pun yang
menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman
kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At-Taghabun : 11)
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam
dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus : 57)
Berbahagialah saudari! Matahari cerah esok hari akan
menanti..
Hanya Allah yang memberi taufiq.
[Saviera Yonita]
Referensi :
-Al Quran Al Kariim
-“Ketika Wanita Mendapat Musibah”, Syaikh Abu
Muhammad Ibnu Shalih bin Hasbullah
-Hikmah di balik cobaan, artikel
khotbahjumat.com
-Tazkiyatun Nafs, Dr. Ahmad Farid
-asysyariah.com/musibah-cobaan-atau-adzab/