Apa itu Tauqifiyah?

Di dalam suatu riwayat, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

ﺃَﻣَّﺎ ﺑَﻌْﺪُ ﻓَﺈِﻥَّ ﺧَﻴْﺮَ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳﺚِ ﻛِﺘَﺎﺏُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺧَﻴْﺮُ ﺍﻟْﻬُﺪَﻯ ﻫُﺪَﻯ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﺷَﺮُّ ﺍﻷُﻣُﻮﺭِ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺎﺗُﻬَﺎ ﻭَﻛُﻞُّ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺎتٍ بِدْعَةٌ ﻭَﻛُﻞُّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼَﻟَﺔٌ 

“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Muslim no. 867)


Ketika seseorang divonis mati misalnya, maka sekonyong konyong runtuhlah bangunan kehidupan yang telah dibangunnya selama ini. Sama halnya ketika kita divonis sesat, maka seakan akan runtuhlah dunia yang kita jalani dan lalui selama ini. Hal itu menjadikan kata "sesat" terdengar begitu tercela di telinga kita. Dan memang semestinya demikian.


Lantas perkara apa (bukan siapa) yang sedang dicela dengan celaan yang begitu sumbang di telinga ini? Rasul kita yang mulia menyebutnya dengan terminologi 'bid'ah'. Apa itu bid'ah? Ia adalah segala sesuatu yang diada-adakan dalam perkara agama kita. Yang tidak termasuk ke dalam perkataan yang baik, maupun petunjuk yang baik, sebagaimana dua perkara yang disebutkan rasulullah sebelumnya.


Dengan kata lain bid'ah merupakan lawan dari apa-apa yang berasal dari kitabullah dan rasulullah, sebagaimana kesesatan menjadi lawan bagi petunjuk. 

Maka setelah kita memahami definisinya, penting bagi kita untuk mengetahui perkara apa saja yang disyariatkan dalam agama kita atau yg berasal dari Allah dan rasulNya dan perkara apa saja yang tergolong "mengada ada" sehingga kita tidak terjerumus ke dalamnya. 


Ada sebuah kaidah penting yang bisa kita gunakan demi menghindari hal tersebut. Yaitu kaidah yang telah disebutkan para ulama dari berbagai madzhab;

ﺍﻷَﺻْﻞُ ﻓِﻲ ﺍﻟﻌِﺒَﺎﺩَﺍﺕِ ﺍﻟﺘَّﻮﻗِﻴﻒُ

“Hukum asal dalam permasalahan ibadah adalah tauqifiyah." 


Apa itu tauqifiyah? 

Berikut uraiannya. 


Jika menambah ritual yang tidak diperintahkan itu baik karena tidak ada dalil yang melarangnya, bagaimana menanggapi orang yang solat subuh 4 rakaat, bukankah itu 'baik'? Bukankah memperbanyak ibadah itu baik? Bukankah tidak ada dalil yang mengharamkannya?

Bismillaah, kami coba lengkapi

1. Kaidah yang benar adalah, segala ibadah itu asalnya dilarang, sampai ada dalil dari Nabi yang memerintahkannya. Berbeda dengan muamalah, asal dari muamalah adalah boleh/mubah sampai ada dalil yang mengharamkannya.

Kenapa asal ibadah itu haram? Karena Nabi shallallahu' alayhi wasallam bersabda:
"Barangsiapa yang membuat-buat amalan dalam agama ini yang bukan termasuk ajaran kami, amalannya tertolak" (HR bukhari 2697, Muslim 1718)

Tentunya kita tidak menghendaki apabila 'setiap ibadah itu hukumnya boleh-boleh saja dilakukan kecuali bila ada larangan khusus'. Apa kita berharap Nabi menyebutkan satu persatu amalan amalan atau perbuatan(dalam rangka ibadah/mendekatkan diri kepad Allah) yang dilakukan setiap individu yang tentunya beragam, dari zaman dahulu hingga zaman modern sekarang yang jumlahnya tak terhitung saking banyaknya, lalu dilarang satu persatu? 'Ini dilarang, yang ini dilarang, yang ini juga...' dst.

 Maka para sahabat dahulu tidak berpuasa satu bulan penuh di bulan ramadhan sampai datang perintahnya dari Allah dalam surat Al Baqarah ayat 183. Mereka tidak "inisiatif" berpuasa sebelum datang kewajibannya atas mereka, meski mereka merasa puasa adalah amalan yang baik, atau mereka tau dan merasa bahwa mereka tidak lebih baik dari rasulullaah, tidak maksum(disucikan dari dosa),  sehingga merasa harus lebih kreatif dalam berinovasi dalam perkara ibadah, ataupun dengan dalih cinta mereka kepada Allah dan rasulnya, mereka tidak melakukan puasa di bulan ramadhan kecuali setelah turun perintahnya.. Begitu pula dengan ibadah ibadah lainnya.. Mereka tidak mendahului Allah dan rasulNya dalam menetapkan bahwa sesuatu itu adalah ibadah, bahwa sesuatu itu mendatangkan pahala, dsb.. 

Kebalikan dengan muamalah. makanan misalnya, jenis/keadaan2 makanan yang dibolehkan untuk dimakan jauh lebih banyak dibandingkan yang diharamkan. Dari hasil laut saja misalnya, dari ratusan jenis ikan dengan famili, kelas, atau spesies yang berbeda, dari yang hidup sampai bangkainya pun halal. Maka tentunya kita tidak berharap nabi menyebutkan semua jenis makanan dari yang ada di zamannya hingga akhir zaman, lalu membolehkannya satu persatu, baru melarang yang diharamkan. Maka 'default'nya untuk makanan adalah boleh dimakan sampai ada dalil yang mengharamkan makanan2 tertentu(misal; babi, hewan buas, dll). 

2. Larangan umum sudah jelas
Kalau seorang ayah mengatakan kepada anaknya 'jangan kamu menyakiti temanmu', maka kita paham bahwa larangan tersebut mencakup 'jangan kamu cubit, tampar, pukul, jewer, dll'

Maka kita tidak menginginkan pula nabi bersabda 'jangan solat subuh 3 rakaat, 4, atau 5, atau 6, atau 7, atau 8, .....dst'

Dan tentunya kaidah diatas memudahkan kita untuk memahami hakikat ibadah dan juga menunjukkan bahwa Allah menginginkan keringanan bagi hambaNya. Sehingga yang terbaik dan lebih layak disebut kebaikan adalah dengan mencukupkan diri dengan ibadah/amalan2 yang diperintahkan dan dituntunkan kepada kita.

Karena Allah lah yang lebih mengetahui bagaimana cara mencintaiNya dan nabiNya, dan Allah yang menetapkan kebaikan dan lebih mengetahui standar kebaikan itu sendiri, bukan penilaian/ dengan perasaan manusia.

Disarikan dari buku karya ustadz Abu Umar Basyir "imam syafi'i menggugat syafi'iyyah", penerbit shafa republika

Silakan kunjungi juga
- almanhaj.or.id/content/2267/slash/0/pengertian-ibadah-dalam-islam/
- sunnah.or.id/buletin-assunnah/sudah-benarkah-ibadah-kita.html
- https://muslim.or.id/10756-apa-maksud-ibadah-itu-tauqifiyah.html
- https://muslim.or.id/5584-kumpulan-penjelasan-mengenai-perayaan-maulid-nabi.html

Silakan, semoga menambah wawasan
Baarakallaahufiikum, zaadakumullaahu ilman naafi'an wa hirshan

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Penulisan pada Mushaf Kemenag dengan Mushaf Rasm Utsmani cetakan Madinah

Mad Badal - Meringankan Syiddah

Hanya sebentar saja

Sajak Rindu

Tips Membuat CV Ta’aruf, Bonus Format Instan

Yonika

Tahapan Menuju Pernikahan yang Syar’i untuk para Jomblo