Intan di Tanah Berlumpur


bismillaahirrahmaanirrahiim


Negriku gonjang ganjing. Bertubi - tubi ujian menghadang para rakyat dan wakil mereka. Dari isu kepemimpinan, politik, ekonomi, agama, sosial, pendidikan, banjir, begal, maraknya prostitusi, kontroversi lagibete, longsor, dan lain lain... Media masih tercemar dengan beribu pengalihan dan pencitraannya.. ntah kemana lagi masyarakat digiringnya. Sosial media pun tak luput dari dahsyatnya gelombang fitnah. Tak sedikit dari mahasiswa/i, tholib/ah, du'aat, bahkan orang awam seperti saya, yang menjelang UTS dan tak diminta suaranya ikut tergelitik untuk nimbrung dalam perbincangan yang demikian sengitnya.

Namun, bukan celaan yang akan saya lontarkan, bukan pula solusi (hehehe). Hanya saja, beberapa periode ini saya dipertontonkan dengan respon - respon negatif yang memenuhi timeline akun saya. Begitu banyak keluhan, kritikan dan yang semisalnya beredar di tempat yang bukan seharusnya. Seakan - akan sudah tidak ada lagi hal yang bisa disyukuri dari hari ini dan negri ini. Kita habiskan banyak waktu untuk mencari - cari apa yang salah dan siapa yang salah. 

Saya teringat akan beberapa musibah yang melanda kota saya (yogyakarta) beberapa masa silam. Dari erupsi merapi, erupsi kelud, hingga erupsi amarah orang tua saya(lho). Yah.. yang kira - kira dampak dari erupsi beberapa gunung tersebut berhasil men-sepia-kan kota saya. Bayangkan, udara berdebu, bersilica, bahkan pasir, wiper mobil menciptakan pelangi hitam, aspal berlapis salju abu, langit diselimuti awan kelabu, masker mulai sulit didapat, warung - warung fastfood mulai tutup, sekolah libur(asik), yang saat itu benar benar membuat manusia - manusia sosmed berkicau di akunnya, mengeluhkan keadaan namun tak lupa berdoa meminta hujan.. ya,  mereka melupakan ambisinya untuk makan cheesecake dan minum cappuccino float saat itu, mereka lupakan mimpinya untuk bisa tidur di kasur empuk saat itu, melupakan betapa mewahnya mercedez benz saat itu, dan hampir setiap saat meminta satu, yaitu hujan, sebagian dari RahmatNya.

Satu pelajaran yang saya dapat, yakni betapa jarangnya saya bersyukur untuk nikmatnya udara segar yang saya hirup setiap harinya hingga musibah itu merenggutnya dari kehidupan saya. Sepanjang tahun saya hidup berlega lega dengan nikmatnya atmosfer tanpa silica, dan sepanjang itu pula saya lalai mensyukurinya. giliran dikasih hujan debu aja baru dah lo minta ujan, gatau malu. ya, kasarnya gitu. sama dengan keadaan saat ini. walhamdulillah mengambil hikmah dari yang sudah - sudah, saya menahan diri saya dari mencela atau sekedar menyentil entah dalam live action atau dengan jari jemari saya. 

Saya sadar betapa amannya hidup saya di negri ini selama ini, tidak merasakan kesengitan yang terjadi di ukraina, suriah, palestina, yaman, rohingya, dan sebagainya, tidak pernah mengeluarkan kocek milyaran untuk sepotong roti dan secangkir kopi akibat inflasi akut seperti yang terjadi di zimbabwe, tidak merasakan dahsyatnya tsunami yang melanda jepang, badai topan dan tornado yang kerap melintasi wilayah amerika, dan masih banyak lagi. Ditambah lagi rezeki saya telah dijamin oleh Empunya sehingga tak ada yang perlu dikhawatirkan.

Sedikit ilustrasi bagi yang memang belum mendapati pesan yang saya sampaikan di atas. coba sejenak kita berempati seakan - akan kita adalah seorang yang buta, pejamkan mata atau padamkan sumber sumber cahaya di sekitar kita, dan rasakan kegelapannya. tentunya kalimat syukur akan mudah terungkapkan. Bayangkan bagaimana rindunya mereka, para tuna netra , akan hijaunya daun, meronanya mawar, dan berjuta warna lainnya. Alhamdulillaahilladzii bini'matihi tatimmushshoolihaat..

Maka nasihat saya (ceileh sok banget) teruntuk diri saya sendiri dikala menulis ini dan di masa mendatang.. jangan pernah teralihkan dengan musibah yang kehadirannya hanya secuil hingga melupakan nikmat yang segunung dan tahanlah lisan mencela ntah itu pemerintah atau mencela zaman yang tidak bersalah(seperti 'sekarang zaman makin edan). Terlalu banyak hal untuk disyukuri sepanjang hidup ini. Dan ingat selalu, bahwa musibah ada untuk hikmah dan ibrah yang mengiringinya. Kembalilah kepada kemanfaatan wahai saudari, kembalilah pada majlis ilmu, kembalilah dengan lantunan dzikir seperti dulu.. tinggalkan panggung fitnah dan saling mengajak kepada ketaatan.

Wisma Qanitah, kamar 17, Hujan mengguyur bangunan mubaarakan. Happy Thanking :)


http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2008/05/22/17303439/Inflasi.1.Juta.Persen.Sepotong.Roti.Seharga.12.Mobil.Baru


Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Penulisan pada Mushaf Kemenag dengan Mushaf Rasm Utsmani cetakan Madinah

Tips Membuat CV Ta’aruf, Bonus Format Instan

Mad Badal - Meringankan Syiddah

لا تغضب hold your anger

Hadits - hadits tentang dunia

Komik berfaidah #4

Apa itu Tauqifiyah?