Kenapa Muslim Tidak Bermusik 2

Part 2... Dear friends.. 

وجاء رجل إلى ابن عباس رضي الله عنهما، فقال: (يا ابن عباس، أرأيت الغناء، أحلال هو أم حرام؟)، فقال ابن عباس: (أرأيت الحق والباطل إذا جاءا يوم القيامة، فأين يكون الغناء؟)، فقال الرجل: (يكون مع الباطل)، فقال ابن عباس: (فماذا بعد الحق إلا الضلال؟!، اذهب فقد أفتيت نفسك).

Dalam Ighatsatul Lahfan Ibnul Qayyim meriwayatkan suatu atsar yang dinisbatkan kepada ibnu 'abbas bahwa ada seorang laki-laki yang mendatangi beliau dan bertanya "Wahai Ibnu 'Abbas, bagaimana pendapatmu tentang nyanyian, apakah halal atau haram? Apakah dibolehkan?" 

Lelaki tersebut menanyakan soal nyanyian yang masyhur di kalangan arab badui saat itu dimana kala itu tidak terdapat alat musik, foto2, video klip, pakaian2 yang mengumbar aurat, lirik2 yang menggoda, atau penari2 yang tidak senonoh seperti model nyanyian di zaman sekarang.

Tanpa berpanjang lebar, tanpa mengeluarkan dalil Qur'an maupun hadits Ibnu 'Abbas pun menjawab laki-laki tersebut dengan sebait pertanyaan "Jika kebenaran dan kebatilan datang di hari kiamat kelak, menurutmu nyanyian tersebut akan berada di rombongan atau sisi yang mana?" 

Pertanyaan yang sama pula ditujukan kepada kita.. Akankah musik dikumpulkan bersama dengan al haq seperti dzikir kepada Allah, dengan shalat, puasa, membaca Qur'an, dan semisalnya? Atau ia akan berada dalam rombongan kebatilan seperti membuka aurat, meninggalkan shalat, perkataan dusta, rokok dan bentuk bentuk maksiat lainnya? 

Retoris bukan? Dan seperti yang sudah diduga, laki-laki tadi pun menjawab pertanyaan ibnu 'abbas tadi, "dia akan bersama dengan kebatilan". Dan Ibnu 'Abbas berkata "jadi apa lagi yang ada di luar kebenaran kalau bukan kesesatan? Pergilah! Sungguh engkau telah menjawab sendiri pertanyaanmu". 

Sebelum kita mengeluarkan dalil dalil yang mengharamkan musik dan turunannya, pertanyaan Ibnu 'Abbas tadi seperti mengisyaratkan kepada kita suatu kaidah dalam mengindera hukum atas suatu perkara. Yakni salah satu indikator yang menunjukkan bahwa sesuatu itu diharamkan oleh Allah yang senantiasa menginginkan kebaikan bagi hambaNya, adalah memperhatikan apa yang mengelilingi 'sesuatu' tersebut. Singkatnya, "sesuatu yang haram biasanya dikelilingi oleh hal hal yang haram juga". Kaidah ini segenre dengan kaidah pertemanan yang sudah masyhur yaitu "seseorang itu berada di atas agama temannya", atau "jiwa2 itu berkumpul layaknya sebuah pasukan"  (pasukan tidak berkumpul melainkan pasti dengan kesamaan ntah visi maupun yang semisalnya)  dan dengan yang semisal. 

Maka kita perhatikan konser konser musik misalnya. Apa yang bisa kita temukan di dalamnya? Perkumpulan macam apa yang mendatangi acara tersebut? Pelanggaran, kelalaian, keharaman, semua ada. Ikhtilat, meninggalkan sholat, menyentuh lawan jenis non mahram, tak jarang khamr, wanita membuka aurat, rokok, you name it...

Akankah kita temukan dalam sebuah konser musik jazz misal, pengunjungnya merupakan komunitas imam dan qari' masjid, ulama, dsb? Justru kita pasti bakal heran kalau menemukan orang bercadar misalnya mengikuti tur konser maroon 5, atau boyband korea dsb.. Bahkan pecinta fanatik musik sekalipun, datang ke masjid untuk sholat jumat, pasti bakal illfeel kalau menyaksikan khatib goyang goyang di atas mimbar sambil berdendang. Itu semua karena fitrah kita sebagai hamba, atau secara naluri, kita tau, kita berekspektasi, bahwa musik dan atribut-atributnya itu tidak layak jika disandingkan dengan kebenaran dan kemuliaan semisal dzikir, ibadah, dsb. 

 Perhatikan konser konser tadi.. Betapa musik dan apa yang ada di dalamnya dapat melalaikan kita, membuat kita lupa bahwa kita tidak diciptakan Allah untuk berlezat lezat dan menggunakan waktu kita yang terbatas untuknya, bahkan tak jarang musik menghilangkan rasa malu orang yang mendengarkannya.

Kita lihat orang di jalan menggunakan headphone mendengarkan sesuatu sambil menggoyang-goyangkan badan dan kepalanya, ditambah "sok sok menyanyi" atau bersenandung dengan nada falsnya, di tempat tempat umum yang itu tidak akan mungkin dilakukan oleh seseorang yang tidak ikut mendengarkan musik tersebut.

Atau pernahkah kita temukan seorang dancer atau penari perempuan yang ketika musik mulai mengalun kemudian dia jadi enggan menari, "ih malu, bajuku terbuka, banyak laki laki juga yang nonton.. Maluuu, aku mau pulang aja". No, never.. 

Demikianlah keadaan musik dan atribut - atribut yang mengelilinginya.. 

Maka jika musik tadi tidak layak disandingkan dengan kebaikan, pahala Allah, kebenaran dan kemuliaan, apatah lagi jika menggantikan?!

Dear friends, Your ears are not litter can, so stop listening to garbage

Bersambung... 



Comments

Popular posts from this blog

Nikmatilah selagi hangat

Mad Badal - Meringankan Syiddah

Perbedaan Penulisan pada Mushaf Kemenag dengan Mushaf Rasm Utsmani cetakan Madinah

Apa itu Tauqifiyah?

Sajak Rindu

I wonder